Pembelajaran Dalam Meningkatkan Keterampilan untuk Belajar

 "Pembelajaran Dalam Meningkatkan Keterampilan untuk Belajar"

Oleh: Toman Sony Tambunan
(Aparatur Sipil Negara, Akademisi, Pembelajar, Penulis Buku, Praktisi, Peneliti, Konsultan, Editor Buku, Reviewer Jurnal)

 Model pembelajaran dalam mendukung peningkatan ”Keterampilan untuk Belajar (learning skill)”, maka diperlukan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skill (HOTS). Melalui penerapan metode pembelajaran yang berbasis High Order Thinking Skill (HOTS) yang diintegrasikan dengan penguatan pendidikan karakter, maka diharapkan setiap peserta didik memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah (problem solving), kemampuan berpikir kritis (critical thinking), dan kemampuan berpikir kreatif (creative thinking) dalam menghadapi revolusi industri 4.0. VanGundy (2005) menyatakan bahwa kreatif merupakan teknik yang dapat menggandakan dan memperbesar kekuatan otak, atau memanfaatkan penuh potensi pikiran. Lebih lanjut disebutkan disebutkan bahwa ada enam prinsip utama berpikir kreatif yaitu: Pisahkan generasi ide dari evaluasi, uji asumsi, hindari berpikir secara berpola, ciptakan perspektif baru, meminimalkan pemikiran negatif, dan ambil risiko secara bijaksana.

Untuk mengembangkan model pembelajaran berbasis High Order Thinking Skill (HOTS), maka dibutuhkan perubahan pola pembelajaran yang dari konvensional menjadi pembelajaran berbasis inovatif. Pola pembelajaran konvensional dicirikan sebagai berikut: Pertama, kegiatan belajar mengajar bersifat kaku yang hanya fokus dalam membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk mengetahui suatu ilmu pengetahuan. Kedua, kegiatan pembelajaran berlangsung dalam situasi formal yaitu berdasarkan pada jadwal belajar mengajar di dalam kelas. Ketiga, guru sebagai tutor dan berperan penuh dalam proses pembelajaran. Keempat, sumber ilmu pengetahuan yang diperoleh peserta didik bersumber dari peran guru. Sementara, ciri dari pola pembelajaran berbasis inovatif, adalah: Pertama, kegiatan belajar mengajar yang melibatkan seluruh sumber daya pembelajaran, termasuk lingkungan belajar sehingga peserta didik tidak hanya diajak untuk mengetahui suatu ilmu pengetahuan tertentu, tetapi juga diarahkan untuk mengalami suatu pengalaman dari situasi yang nyata. Kedua, kegiatan pembelajaran bersifat kemandirian belajar, dimana diciptakan untuk meningkatkan keaktifan dan fleksibilitas dari peserta didik. Ketiga, guru tidak hanya berperan sebagai tutor, tetapi juga sebagai fasilitator. Keempat, materi pembelajaran berasal dari berbagai sumber referensi.
Ukuran keberhasilan pembelajaran berbasis High Order Thinking Skill (HOTS) adalah pembelajaran yang tidak hanya mengejar nilai akhir atas selesainya suatu proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik, tetapi lebih mengutamakan adanya ide, kreativitas, kerja sama, serta integrasi beragam permasalahan yang diselesaikan.
Brookhart (2010:3) menuliskan bahwa definisi dari berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking) terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: Pertama, dalam hal transfer artinya tujuan pendidikan yang paling penting adalah untuk mempromosikan retensi (mengingat apa yang telah mereka pelajari) dan untuk mempromosikan transfer (mengingat, serta dapat menggunakan atas apa yang sudah dipelajari). Kedua, berpikir kritis artinya pemikiran reflektif yang bisa diterima akal sehat dimana berfokus pada memutuskan atas apa yang akan dipercaya atau dilakukan. Ketiga, pemecahan masalah artinya masalah yang akan dipecahkan adalah bagaimana untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Lebih lanjut, Brookhart (2010:17) menegaskan bahwa prinsip untuk melakukan penilaian dalam konteks definisi dari berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking) , yaitu: Pertama, menentukan dengan jelas dan tepat atas apa yang akan dinilai. Kedua, merancang tugas atau item pengujian yang mengharuskan peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan. Ketiga, memutuskan langkah yang akan diambil sebagai bukti sejauh mana peserta didik telah menunjukkan pengetahuan atau keterampilan tersebut. Keempat, menyajikan sesuatu untuk dipikirkan peserta didik, baik dalam bentuk teks pengantar, visual, skenario, sumber materi, atau semacam permasalahan. Kelima, gunakan materi baru bagi peserta didik, yang tidak diajarkan di dalam kelas sehingga memudahkan mereka untuk mengingat kembali. Keenam, memberikan perbedaan antara tingkat kesulitan (mudah versus sulit) dan tingkat berpikir (berpikir tingkat rendah atau berpikir tingkat tinggi), serta pengendalian untuk setiap tingkat penilaian secara terpisah.
Melalui pendidikan berbasis High Order Thinking Skill (HOTS), diharapkan dapat mengarahkan setiap peserta didik untuk mampu lebih berpikir kritis, kreatif, mampu memecahkan suatu masalah dengan menggunakan pengetahuan, dan akhirnya mampu membuat keputusan dalam berbagai situasi yang kompleks. Brookhart (2010:14) menyatakan bahwa kategori pemikiran tingkat tinggi (High Order Thinking) menegaskan cara untuk menilai berbagai aspek pemikiran dalam hal: Pertama, Analisis, evaluasi dan kreasi. Kedua, Penalaran logis. Ketiga, Penilaian dan pemikiran kritis. Keempat, Penyelesaian masalah. Kelima, Kreativitas dan pemikiran kreatif.



Catatan: 10 Juli 2021


Tidak ada komentar:

Posting Komentar